Perilaku Abnormal
Dalam
pandangan psikologi, untuk menjelaskan apakah seorang individu
menunjukkan perilaku abnormal dapat dilihat dari tiga kriteria berikut:
1. Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku abnormal.
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku abnormal.
2. Kriteria Norma
Perilaku individu banyak ditentukan oleh
norma-norma yang berlaku di masyarakat, – ekspektasi kultural tentang
benar-salah suatu tindakan, yang bersumber dari ajaran agama maupun
kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat , misalkan dalam berpakaian,
berbicara, bergaul, dan berbagai kehidupan lainnya. Apabila seorang
individu kerapkali menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan
tak tertulis ini bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.
3. Kriteria Patologis
Seorang individu dikatakan berperilaku
abnormal apabila berdasarkan pertimbangan dan pemeriksaan psikologis
dari ahli menunjukkan adanya kelainan atau gangguan mental (mental
disorder), seperti: psikophat, psikotik, skizoprenia, psikoneurotik dan
berbagai bentuk kelainan psikologis lainnya.
Kriteria yang pertama (statististik) dan
kedua (norma) pada dasarnya bisa dideteksi oleh orang awam, tetapi
kriteria yang ketiga (patologis) hanya bisa dilakukan oleh orang yang
benar-benar memiliki keahlian di bidangnya, misalnya oleh psikolog atau
psikiater.
Ketiga kriteria tersebut tidak selamanya
berjalan paralel sehingga untuk menentukan apakah seseorang individu
berperilaku abnormal atau tidak seringkali menjadi kontroversi.
Misalkan, seorang yang melakukan kehidupan sex bebas. Di Indonesia,
perilaku sex bebas bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal,
karena tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang disepakati
dan juga tidak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia,
tetapi di Swedia dan beberapa negara Barat lainnya bisa dianggap sebagai
bentuk perilaku normal, karena masyarakat di sana mengijinkannya
(permisif) dan sebagian besar masyarakat di sana melakukan tindakan sex
bebas. Sementara, menurut kriteria patologis pun mungkin saja tidak akan
dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal selama yang bersangkutan
masih mampu menunjukkan orientasi dan objek sexual yang normal alias
tidak mengalami psikosexual neurosis.
Bagaimana dengan perilaku korupsi di Indonesia? Silahkan saja berikan komentar Anda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar